Minggu, November 14, 2010

KULTURISASI OPINI DUNIA dan TANTANGAN MEDIA GLOBAL

Fokus argumen Peter Stearn: Ekspansi, Inovasi, dan Limitasi
Sebuah argumen menarik dari Peter N. Stearns (2005) menyatakan bahwa kekuatan (kapasitas) dan kultur telah menjadi faktor pemicu utama dalam memobilisasi topik/persoalan masyarakat. Kalimat pembuka tersebut juga memperkuat premis mengenai opini publik yang telah mengglobal karena adanya transformasi peradaban dunia. Hal ini didasari oleh tiga alasan konseptual utama, yakni: ekspansi, inovasi, dan limit (batasan dan hambatan). Ekspansi yang dimaksud lebih menceritakan catatan kronologis kemunculan dan pengaruh era Westernisasi sejak tahun 1860-1930 terhadap peradaban Rusia, Amerika Latin, Jepang, Timur Tengah, dan Cina. Perluasan paradigma Barat ini lantas menimbulkan suatu inovasi kultur tersendiri dan mampu membentuk opini masyarakat secara global. Seiring dengan berkemabangnya teknologi informasi berupa media cetak, inovasi yang dihasilkan tetap mengalami hambatan serius. Akibatnya, pergerakan Barat mendapat limit yang bersinggungan dengan tradisi kuat sebuah negara bangsa.
Tulisan Peter N. Stearn lebih berfokus pada eksistensi opini dunia dan peran transformasi peradaban (perubahan kultural) terhadap pembentukan opini publik global. Secara komprehensif, Stearn menjelaskan bahwa ekspansi peradaban Barat dilatarbelakangi oleh peristiwa 80 tahun gerakan anti perbudakan abad 18 dan bencana yang terjadi pasca Perang Dunia II. Momen tersebut menjadi bukti nyata bahwa hakikat opini publik sudah lahir secara tradisional oleh karena banyaknya konflik kekerasan, penyelewengan sosial, serta gerakan khusus seperti Nazi dan Fasis yang didukung dengan semangat moral yang tinggi. Namun, semenjak Konvensi Jenewa terbentuk dadi tahun 1860, berdirinya Palang Merah Internasional, dan terselenggarakannya pemberian hadiah Nobel tahun 1901, opini public kian diapresiasi dan mengalami perkembangan pesat hingga membentuk opini dunia.
Peluang untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang berkualitas kian terbuka lebar sejak imperialisme Barat berekspansi besar-besaran. Bahkan, teknologi media jurnalistik semakin mengundang intrik banyak pihak hingga mampu membongkar sisi lain peradaban. Spoof Mikado dari Jepang, pembunuhan bayi dan ketidakadilan hak wanita di India, prostitusi di Amerika Latin dan Jepang, patronisasi Rusia, absolutismesistem hukum Islam yang ‘menomorsatukan’ wanita di Timur Tengah, sampai isu pemasungan kaki wanita di Cina menjadi hasil inovatif nyata dari jerih payah Barat dalam menguak ekslusivitas peradaban luar serta mengajarkan asas kebebasan, misionari Kristiani, dan standard pembentukan opini global. Dengan kata lain, imperialisme Barat mengarah kepada modernitas, masyarakat modern, dan era reformasi.
Indikator sukses tidaknya opini dunia dari transformasi peradaban di atas ialah akses geografis dan tingkat perkembangan isu yang beredar. Pada akhir abad 19, opini dunia menjadi sangat krusial karena adanya tindakan lynching di Ameika Serikat. Aksi tersebut dipengaruhi oleh asas diskriminasi rasial dan konflik internal. Oleh karena itu, sejumlah tokoh anti-lynching membuat petisi internasional dan mengundang media massa sebagai wadah informatif protes mereka. Perubahan gradual terjadi dan berdampak pada kebijakan federal pemerintah hingga mencetus adanya tanggung jawab moral secara legal (dibentuk undang-undang mengenai hak asasi manusia). Solidaritas dan inklusivitas dari kekerasan menjadi standard utama dalam pembentukan opini dunia.
Walaupun opini dunia mampu menciptakan progresivitas gerakan universal/ tindakan kolektif, faktor transformasi perdaban ternyata punya hambatan. Menjadikan manusia yang bermartabat dan berargumen secara intelektual tidak semata terlepas dari persoalan nasional. National shame dan national disgrace menjadi hambatan utama ketika opini dunia mencuat dan tenggelam secara tiba-tiba. Perselisihan internal dan gejolak yang timbul akibat gesekan kultur merupakan ‘penyakit’ massa yang harus diperhatikan masyarakat global.

Respon Personal: Bagaimana Tantangan Media Global?
Penulis sependapat dengan pernyataan Stearn yang menjunjung aspek peradaban dalam pembenutkan opini dunia. Asas sosial dan kultural memang menjadi landasan penting yang sudah mendarah daging di dalam mindset masyarakat. Namun, Stearn belum menjelaskan bagaimana kontribusi media dalam dinamika peradaban dan opini publik. Isu kesetaraan gender, penghormatan hak asasi manusia menjadi sangat dominan dan kurang menjelaskan eksistensi media dalam perumusan opini dunia. Selain itu, alur tulisan Stearn yang campur terkadang menyebabkan penulis kehilangan esensi dari perubahan zaman masyarakat dalam membentuk opini dunia.
Sebagai pelengkap, penulis menambahkan argumen Herman dan Chesney (1997) yang menjelaskan tentang peran penting ideologi kapital korporat global dalam perkembangan media global. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi ideologi tersebut, di antaranya:
a. Kemampuan pasar dalam mengalokasi sumber daya yang tersedia secara efisien dan menyediakan cara pengorganisasian kehidupan ekonomi.
Ekspansi imperialisme Barat memang tidak terbendung. Perjalanan bisnis geografis yang berbasis pasar ini harus mampu menyediakan stabilitas sistem ekonomi. Sumber daya dan kapasitas yang ada juga ditunjang dengan investasi aktif, yang biasa disebut “favorable climate of investment”.
b. Intervensi negara
Ketika pasar berkembang, negara tidak semata-mata tertidur dan duduk manis. Sebagai regulator, pemerintah tetap perlu memberikan rezim ekonomi terkendali, menciptakan “public good” dan mengurangi kadar “market failure”. Posisi negara diharapkan sinergis dengan perkembangan kapital industri media secara global.
c. Prinsip pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan
Dengan adanya stabilitas pasar dan intervensi negara yang terkendali, maka tingkat pertumbuhan ekonomi nasional akan berdampak positif pada kemajuan industri media global. Agar tetap aman, pembangunan ekonomi terus didukung asas berkelanjutan yang bersifat non-inflationary. Asas tersebut dijadikan pedoman penting bagi keberlangsungan kapitalisme informasi dan opini publik.
d. Privatisasi
Seiring dengan kuatnya arus globalisasi informasi, kapasitas pasar semakin berkembang pesat secara masif dan global. Adanya perdagangan bebas senantiasa menjadikan sebuah produk/properti menjadi lebih privat. Dengan demikian, komodifikasi opini publik dan industri media menjadi suatu komoditas komersial yang tidak dapat digunakan secara kolektif.
Cooperative Advantage dan Sustainable Development
Pemaparan di atas telah menjawab eksistensi opini dunia dan perkembangan industri media global. Namun, gelombang raksasa kapitalisme global dalam bentuk Foreign Direct Investment dan pasar bebas sebenarnya memberikan tantangan penting bagi media global. Industri komunikasi global ini harus menghadapi sekaligus menjawab dua permasalahan keamanan manusia di masa depan. Pertama, bagaimana teknologi informasi baru ini merestrukturisasi hubungan sosial masyarakat global. Kedua, bagaimana prospek indutri komunikasi global menanggapi hakikat dan otonomi manusia secara pribadi.
Untuk menjawabnya, penulis memiliki ide alternatif yang bernama cooperative advantage dan sustainable development. Cooperative advantage merupakan pemikiran responsif terhadap konsep ekonomi utama competitive advantage, yang mengerahkan kemampuan kerjasama dan mutual commons. (Hazel Handerson, 2002) Artinya, setiap individu mampu berpikir rasional positif mengenai esensi kerjasama yang berlandaskan kepercayaan kolektif dan transparansi secara holistik. Rekonseptualisasi kapitalisme kasino global pun menjadi bentuk cooperative advantage yang menghilangkan asas uang sebagai praktik ekonomi absolut.
Arus opini dunia dan perkembangan industri media global perlu diatur secara institusional berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan yang terbentuk saat Earth Summit di Rio de Janeiro 1992 ini menjunjung tinggi aspek 3e: environment, economics, ethics. (Emil Salim, 2005) Keuntungan industri media global setidaknya dibagi dengan pemberdayaan kapasitas masyarakat dan membangun komitmen etis bagi keberlangsungan hidup manusia. Dengan begitu, prospek media global bersinergi kondusif dengan pembentukan opini dunia.

REFERENSI:
Handerson, Hazel. 2002. “Building Win-Win World”. Batam Centre: Interaksara
Herman, E.S dan R.W Mc Chesney. 1997. “The Rise of the Global Media”, dalam The Global Media: The New Missionaries of Corporate Capitalism, London: Cassel. Pp 10-40
Salim, Emil. 2005. “Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan Hidup”. Jakarta: Gramedia
Stearns, Peter N. 2005. “World Opinion Expands Its Range”, dalam Global Outrage: The Impact of World Opinion on Contemporary History, Oxford: Oneworld Publication. Pp 39-55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar