Senin, Maret 22, 2010

Globalisasi: Siklus Retoris Ekonomi dan Tantangan dalam Lingkungan Global

REVIEW GLOBALISASI DAN STRATEGI I, 23 Maret 2010
Globalisasi: Siklus Retoris Ekonomi dan Tantangan dalam Lingkungan Global
Gracia Paramitha, 070710415

Dalam sejarah trayektoris, titik munculnya globalisasi telah berawal sejak abad 14, masa Marco Polo berjaya dan menceritakan kehebatan Eropa dalam menjelajah daerah Timur. Perdagangan pun sudah dilakukan bersama Cina dan bangsawan Muslim. Namun, peristiwa kecil dari globalisasi ini masih semu. Andre Gunder Frank mengatakan bahwa globalisasi setidaknya terjadi saat 5000 tahun lamanya, masa dunia ekonomi tunggal berkuasa dalam pembagian kerja dan perdagangan multilateral.
Stigma globalisasi lainnya terlihat saat bangsa Eropa menerapkan 3G: gold, glory, gospel yang menyebar luas ke benua Asia dan Afrika. Pada tahun 1600, perdagangan laut internasional semakin mencuat. Negara-negara di belahan Eropa-Atlantik mulai menggunakan sistem kolonisasi. Dengan kecanggihan kapal dan alat senjata, mereka dengan leluasa mengeksploitasi kekayaan alam negara jajahan. Inggris pun menjadi pusat penguasa dagang global. Elemen globalisasi semakin diperbicangkan kuat saat Revolusi Industri (1770). Namun, Kevin O’Rourke dan Jeffrey William mengatakan bahwa perdagangna global sudah ada sejak abad 16-18, bahkan setelah 1492 (masa hambatan dagang dan anti-merkantilis global bermunculan).
Terlepas dari kronologi historis globalisasi, para filsuf mulai mengemukakan berbagai perspektif ekonomi dalam perdagangan global. Salah satunya adalah Henry Martin (1701), seorang merkantilis ortodoks. Ia mengatakan bahwa nilai ekspor lebih baik daripada nilai impor, karena surplus perdagangan dan nilai tambah akan tercipta serta meningkatkan emas/kurs valuta asing. Oleh karena itu, Martin berpesan bahwa negara harus melindungi aset perekonomian domestik dan mengurangi jumlah tenaga kerja dalam manufaktur.
Pernyataan ini ditanggapi langsung oleh Adam Smith, filsuf politik asal Skotlandia (1776). Dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations, Smith mengatakan bahwa merkantilis memang melindungi industri domestic, tapi menyengsarakan buruh secara masif. Perdagangan bebas harus dilakukan agar aset masyarakat teralokasi, pembagian kerja terstruktur, dan produktivitas pun beekembang pesat seiring dengan spesialisasi.
Teori comparative advantage dari David Richardo (1817) pun mulai bersaing dengan Smith. Richardo mengatakan bahwa negara harus memfokuskan barang/produksi tertentu yang memiliki nilai banding daripada absolut. Didukung oleh pernyataan James Mill (1821),pertukaran satu komoditas dengan komoditas lainnya mampu meningkatkan komoditas yang diterima. Artinya, ekspor bukanlah barang terbaik, melainkan harga tarik impor.
Kehebatan ekonomi global pun berpengaruh terhadap sistem politik dan kultur. Jonathan Freedland, jurnalis Guardian mengatakan bahwa proklamasi AS berasal dari Inggris. Ideologi politik liberalisme, nasionalisme, dan sosialisme telah menyebar luar ke seluruh dunia. Politik liberalis juga melandasi pemikiran pemerintah mengena rule of law, kebebasan individu, toleransi agama, hak asasi manusia  UN’s Universal Declaration of Human Rights.
Walaupun sistem politik berpengaruh kuat terhadap perkembangan ekonomi, peristiwa tragis yang berunsur politis pun mampu mematikan urat nadi perdagangan global. Kasus Perang Dunia I hingga Great Depression pada tahun 1914-1930, telah melemahkan kuota perdangan sampai aliran finansial internasional. Contohnya, AS mengalami penurunan drastic sebesar 20% antara 1929-1938 untuk kuota perdagangan. Selain itu, migrasi penduduk tiba-tiba terhenti dan kekacauan politik terjadi secara masif di berbagai negara.
Karena merupakan satu siklus, lesunya perdagangan global mulai terafiliasi dengan adanya sistem finansial global Bretton Woods (1944) di New Hampshire, yang mematok 1 ons emas = US $ 35. Dollar AS menjadi tolak ukur terhadap nilai emas dan struktur pertukaran bersifat pegged (tetap). Pada waktu yang sama, AS juga mendirikan dua lembaga bernama World Bank dan International Monetary Fund (IMF) yang mengatur dan mengelola keuangan internasional. World Trade Organization (WTO) juga terbentuk dan sudah berganti nama dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1995.
Efek kebangkitan globalisasi ekonomi tidak hanya mempengaruhi institusi internasional, tetapi juga berdampak pada unifikasi Eropa secara regional yang terkandung dalam Treaty of Rome (1957) European Economic Community sampai berganti nama menjadi European Union. Selain Eropa dan AS, negara-negara Asia pun tak kalah hebat dalam mengembangkan globalisasi ekonomi. Jepang, Cina, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, HongKong, Thailand, Meksiko, India mulai berpengaruh kuat terhadap perdagangan dan keuangan internasional. Jaringan internet, telepon seluler, dan transportasi mutakhir memicu arus investasi asing secara langsung (foreign direct investment) serta menggelembungnya perusahaan multinasional (Multi National Corporations).
Dampak praktis dari perkembangan korporat global (korporatokrasi) ini mampu menimbulkan jalur berjejaring, seperti yang dikemukakan Ford (Fordism) dengan menunjukkan adanya division of labour dan jaringan bercabang (assembly line). Menurut Martin Wolf, ketua komentator ekonomi di Financial Times, menuturkan bahwa abad 19 merupakan dunia unilateral dan kebijakan tunggal sedangkan abad 20 merupakan dunia multilateral dan kebijakan institusional. Namun, perubahan dari globalisasi ekonomi terus berputar dan mengalami kejenuhan. Ketika kasus bom World Trade Center terjadi pada tanggal 11 September 2001 (9/11), seluruh pandangan masyarakat terfokus pada isu ancaman terorisme. Masa depan kapital dunia dan Wall Street yang terlambang di gedung WTC telah membeku dan menunggu daya survivabilitas moneter secara strategis.




OPINI PRIBADI dan POSISI
Setelah membaca artikel yang berjudul A Brief History of Globalization, penulis menyatakan ketidaksetujuan terhadap efek pervasive dan masif dari adanya globalisasi. Asumsinya, globalisasi sebenarnya hanya merupakan wacan dari perkembangan ekonomi global yang telah lama ada kemudian bertransformasi secara semu. Berdasarkan pernyataan Porter dan Brown (1996), isu globalisasi eknomi telah bersaing dengan agenda lingkungan hidup global dan ancamannya. Bahkan, mereka juga mengatakan bahwa siklus globalisasi ekonomi hanya sebuah retorika yang terus berputar tanpa preskripsi yang jelas.
Bukti lain yang mampu memperkuat argument posisi ketidaksetujuan ini terambil dari 5 proposisi Adil Najam et al (2007) dalam bukunya yang berjudul Environment and Globalization: Five Proposition, antara lain:
1. Akselerasi/ percepatan hebat dalam aktivitas ekonomi global dan banyaknya permintaan mampu membatasi-menipiskan sumber daya alam, yang bertujuan untuk mengejar kemakmuran ekonomi
2. Hubungan antara proses globalisasi dan degradasi lingkungan menunjukkan ancaman keamanan baru terhadap ketidaksiapan dunia. Artinya, globalisasi dan degradasi lingkungan semakin memperburuk daya ekosistem dan masyarakat, setidaknya ketahanan ekosistem. Risiko terbesar adalah ancaman kemiskinan penduduk yang semakin menukik drastis.
3. Kemakmuran dan kesejahteraan yang baru akan menghambat laju pertumbuhan lahan ekologis yang seharusnya dijaga, dipelihara, dan dilestarikan
4. Konsumsi, baik di belahan Utara maupun Selatan dunia, akan dituntut menciptakan dan mendefinisikan sendiri masa depan globalisasi yang seimbang dengan lingkungan global
5. Perhatian terhadap pasar global dan lingkungan global akan semakin menyatu erat dan menjadi satu hal yang bergantung dengan lainnya (dependensi).
Dari kelima proposisi Adil Najam(2007) dan pernyataan keras Brown (1996), dapat disimpulkan bahwa globalisasi tidak serta merta menjadi pahlawan ekonomi yang akhirnya menjadi satu rangkaian utuh. Putusan rantai perkembangan ekonomi tidak bisa terlepas dari unsur ketahanan ekologis lingkungan global, etika dalam menghormati setiap aspek pembangunan, dan tindakan kolektif setiap masyarakat global. Globalisasi mampu bergerak keluar dari siklus retoris ekonomi jika ketahanan lingkungan global dapat terlindungi secara kondusif dan berkelanjutan.

REFERENSI:
Artikel A Brief History of Globalization. 3rd edition. page 80-117
Brown, Janet. Welsh dan Porter, Gareth. 1996. Global environmental politics. Westview Publishing Oxford (2nd ed)
Najam,Adil et al. 2007. Environment and Globalization: Five Propositions. International Institute for Sustainable Development

Tidak ada komentar:

Posting Komentar